Saturday 18 July 2015

Makalah Kafa'ah Dalam Pernikahan

KAFA’AH DALAM PERNIKAHAN


MAKALAH
 Disusun Sebagai Salah satu Tugas Mata Kuliah Fiqh Munakahat



SITI SADIAH
12214110217












PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2013


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
            Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya berupa iman, islam dan ilmu serta bimbingann-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kafa’ah Dalam Pernikahan”.
            Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Munakahat. Penulis berharap, makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai keserasian/kufu’ dalam pernikahan, hukum kafa’ah, serta ukuran kafa’ah dalam pernikahan.
            Penyusun  juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1        Bapak dosen Drs. H. Muhtar, M.Ag  yang telah memberikan ilmunya, bimbingan dan kesabarannya hingga akhirnya makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
2        Semua staf dan pegawai perpustakaan yang banyak memberikan referensi buku sehingga penyusun mudah menyusun makalah.
            Tentunya makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
            Penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan dan  rekan-rekan mahasiswa lainnya. Aamiin.
            Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor,   30  April  2013


Penyusun






                          BAB I PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang

            Nikah merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Oleh karena itu, Agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi yang sudah mampu  sehingga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsu.
            Namun, seringkali kita mendengar istilah “Sekufu” di dalam sebuah proses pernikahan. Seseorang yang marah-marah tidak jelas ketika pihak perempuan menolak calon suaminya karena alasan tidak sekufu. Entah tidak sekufu dalam hal agama, tidak sekufu nasab (keturunan), atau tidak sekufu dalam hal harta. Sebagai sebuah agama yang mulia, dengan segala kesempurnaannya, Islam telah mengatur dan menjabarkan tentang hal ini.
           

B.           Rumusan Masalah

1.            Apa yang dimaksud dengan Kafa’ah ?

2.            Bagaimanakah hukum kafa’ah dalam pernikahan?

3.            Hal-hal apa sajakah yang dianggap menjadi ukuran Kafa’ah?

 

C.            Tujuan Penulisan

             Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan Kafa’ah dalam pernikahan, baik definisi kafa’ah itu sendiri, hukum kafa’ah maupun hal-hal yang menjadi ukuran Kafa’ah dalam pernikahan.

 

                                            BAB II  PEMBAHASAN             

A.           Pengertian Kafa’ah

            Kafa’ah atau kufu’ menurut bahasa artinya “setaraf, seimbang atau keserasian/kesesuaian, serupa, sederajat, atau sebanding”. Sedangkan menurut istilah hukum Islam, yang dimaksud dengan kafa’ah atau kufu’ dalam perkawinan yaitu “keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan”. Atau , laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan.
            Jadi, yang ditekankan dalam hal kafa’ah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah. Jika kafa’ah diartikan sebagai persamaan, maka akan berarti terbentuknya kasta. Sedangkan dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta, karena kedudukan manusia di sisi Allah SWT adalah sama, yang membedakan adalah ketakwaannya. Allah SWT berfirman :
49:13
 






Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.  (QS. Al-Hujurat : 13)
            Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri akan lebih menjamin keharmonisan dan kesuksesan hidup serta merupakan faktor yang mendorong terciptanya kebahagiaan suami istri dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan berumah tangga.
            Kufu’ adalah hak perempuan dan walinya, keduanya boleh melanggarnya dengan keridhaan bersama.
           
           

B.           Hukum Kafa’ah

            Kafa’ah tidak menjadi syarat bagi pernikahan. Tetapi jika tidak dengan keridhaan masing-masing, yang lain boleh memfasakhkan pernikahan dengan alasan tidak kufu’ (setingkat). Karena suatu pernikahan yang tidak seimbang, serasi/sesuai akan menimbulkan problema berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian, oleh karena itu boleh dibatalkan.
            Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum kafa’ah dalam pernikahan. Menurut Jumhur Ulama bahwa kafa’ah dalam pernikahan sangat penting.  Ibnu Hazm berpendapat bahwa kafa’ah tidak dijadikan pertimbangan dalam melangsungkan pernikahan. Musim manapun selama bukan pezina berhak menikah dengan muslimah manapun selama bukan pezina.
            Sementara mazhab Malikiyah beranggapan bahwa kafa’ah harus dijadikan pertimbangan dalam pernikahan. Yang dimaksud dengan kafa’ah disini ialah untuk istiqamah dalam menjalankan ajaran agama dan akhlak. Dikalangan mazhab Maliki tidak diperselisihkan lagi bahwa apabila seorang gadis dikawinkan oleh ayahnya dengan seorang peminum khamr, atau singkatnya dengan orang fasik, maka gadis tersebut berhak menolak perkawinan itu. Kemudian hakim memeriksa perkaranya dan menceraikan antara keduanya. Begitu pula halnya apabila seorang gadis dikawinkan dengan pemilik harta haram atau dengan orang yang banyak bersumpah dengan kata-kata talak.

C.            Ukuran Kafa’ah

            Sekufu’ dalam pernikahan antara laki-laki dengan perempuan ada lima sifat (menurut tingkat kedua ibu bapak), yaitu : agama, merdeka atau hamba, perusahaan, kekayaan, kesejahteraan. [1]
            Hal-hal yang dianggap menjadi ukuran kufu’ adalah sebagai berikut : Klik disini



[1] Lihat H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta, Sinar Baru Algensindo th. 1964). Cet. Ke-53 hal 390

No comments:

Post a Comment

silahkan poskan komentar anda..komentar diharap tidak rasisme, santun dan tidak mengandung sara..terima kasih ^_^