Friday 24 July 2015

Nikah? kalau bisa terang-terangan, kenapa harus sembunyi-sembunyi (Sirr)i?



PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang

                Hukum perkawinan  dalam Islam menganggap bahwa perkawinan adalah sebagai aqad antara pria dan wanita sebagai calon suami isteri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut ketentuan yang diatur dalam syari’at.
surah Annur ayat 32 :
وأنكحوا الأيمى منكم والصلحين من عباد كم وإما ءكم إن يكونوا فقراء يغنهم الله  من فضله وا الله وا سع عليم

“dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian[1] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui”.(Qs. An-Nur : 32)
dan hadits Rasulullah SAW :
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباء ة  فليتزوج  فإنه أغض للبصر و أحصن للفرج و من لم يستطع فعليه با اصوم فإنه له وجاء
"Wahai sekalian pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu hendaklah dia menikah, karena yang demikian itu lebih menjaga pandangan dan lebih menjaga kemaluannya, dan barang siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa, karena itu merupakan benteng baginya" (Muttafaq Alaihi)1
                Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sehingga disebut sebagai pasangan suami isteri berdasarkan akad nikah yang diatur menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tujuan untuk membentuk keluarga sakinah, mawwaddah, warrahmah atau dengan ungkapan lain menuju rumah tangga yang bahagia sesuai hukum Islam.
                Namun, fenomena yang terjadi dimasyarakat  pada kenyataannya terkadang pasangan calon pengantin sengaja tidak mencatatkan perkawinannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahkan sering melalaikannya, sehingga terjadilah perkawinan liar atau kawin di bawah tangan atau yang lebih tren disebut nikah sirri.
                Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai salah satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.[2]
                  Perkawinan adalah aqad antara calon laki istri untuk memenuhi hajat jenis kelamin yang diatur oleh syari’at. Sedangkan pengertian dari nikah sirri adalah nikah secara rahasia (sembunyi-sembunyi). Disebut secara rahasia karena tidak dilaporkan ke kantor urusan agama atau KAU bagi muslim atau kantor catatan sipil bagi non muslim.

B.            Rumusan Masalah

1.             Apa yang dimaksud dengan  nikah sirri

2.              Apa latar belakang terjadinya nikh sirri?

3.             Bagaimana hukum nikah sirri ditinjau dari perspektif hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku?

4.             Bagaimanakah akibat yang akan timbul dari nikah sirri?

BAB II

PEMBAHASAN

A.            Pengertian Nikah Sirri

                Dilihat dari segi etimologis, kata  “sirri”  berasal dari bahasa Arab yang berasal dari infinitif sirran dan sirriyyun. Secara etimologi, kata sirran berarti secara diam-diam atau tertutup, secara batin, atau di dalam hati. Sedangkan kata sirriyyun berarti secara rahasia, secara sembunyi-sembunyi, atau misterius,5 jadi nikah sirri, artinya nikah rahasia (secret marriage), pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak.6
                Mahmud Syalthut berpendapat bahwa nikah sirri merupakan jenis pernikahan di mana akad atau transaksinya (antara laki-laki dan perempuan) tidak dihadiri oleh para saksi, tidak dipublikasikan (i’lan), tidak tercatat secara resmi, dan sepasang suami isteri itu hidup secara sembunyi-sembunyi sehingga tidak ada orang lain selain mereka berdua yang mengetahuinya.               Fuqaha berpendapat nikah sirri seperti ini tidak sah (batal), karena ada satu unsur syarat sah nikah yang tidak terpenuhi yakni kesaksian. Jika dalam transaksi akad dihadiri dua orang saksi dan dipublikasikan secara umum, maka nikahnya tidak disebut sirri dan sah menurut syariat. Namun jika kehadiran para saksi berjanji untuk merahasiakan dan tidak mempublikasikannya, fuqaha sepakat akan kemakruhannya.
                Keputusan Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia[1] nikah di bawah tangan yang dimaksud dalam fatwa ini adalah “Pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fiqih (hukum Islam) namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur dalam perturan perundang-undangan.” Demikian pula pendapat  Prof. H.A. Wasit Aulawi[2] menjelaskan apa persisnya yang dimaksud dengan nikah sirri, menyebutkan bahwa “nikah sirri” adalah pernikahan yang belum diresmikan, belum diumumkan secara terbuka kepada masyarakat atau pernikahan yang belum dicatatkan pada lembaga pencatatan. Ini bisa dua-duanya, belum diumumkan secara terbuka kepada masyarakat, atau mungkin hanya salah satunya saja, yaitu sudah dicatat tapi belum diadakan resepsi pernikahan / walimatul urs.
                Pernikahan sirri  sering diartikan oleh masyarakat umum dengan berbagai pengertian. sehingga definisi dari nikah siri bermacam-macam yaitu:
1.         Pernikahan tanpa wali

pernikahan ini dilakukan secara rahasia tanpa adanya wali dari pihak wanita, maka pernikahannya adalah batil dan tidak sah. Rukun dan syaratnya tidak sempurna sebagaimana yang berlaku pada masa Umar bin Khattab dan hukumnya sama dengan perbuatan zina, dan pernikahan itu harus dibatalkan

Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya hadits mursal.

َوَعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ )  رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْمَدِينِيِّ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ حِبَّانَ , وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ 
2.         Pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan terpenuhi rukun dan syarat-syarat lainnya dengan kata lain bahwa pernikahan yang sah menurut agama namun tidak dicatat oleh petugas resmi pemerintah, baik oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN) atau di Kantor Urusan Agama (KUA) dan tidak dipublikasikan. Dari sudut pandangan fikih, perkawinan tersebut dipandang sah, tetapi apabila terjadi perselisihan, tidak dapat diselesaikan melalui Pengadilan Agama . Dengan demikian, mudharatnya lebih banyak dari manfaatnya.[3]
3.         Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; karena pertimbagan-pertimbagan yang memaksa  seseorang merahasiakan pernikahanya.
            Nikah sirri tidak hanya dikenal pada zaman sekarang ini saja, tetapi juga telah ada pada zaman sahabat . Istilah itu barasal dari ucapan Umar bin Khattab, pada saat beliau diberitahu, bahawa telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi, kecuali hanya seorang laki-laki dan seorang perempuan. Beliau berkata :
هذا نكاح السر ، ولا أجيزه لو كنت تقدمت لرجمت .
‘’  Ini nikah sirri, saya tidak membolehkannya, dan sekiranya saya tahu lebih dahulu, maka pasti akan saya rajam ‘’
                 Seharusnya pernikahan itu dihadiri oleh dua orang saksi laki-laki, sebagai rukun nikah . Hal ini berarti rukun nikah itu belum sempurna.
                Kemudian setelah kita memperhatikan ucapan Umar bin Khattab  ‘’ pasti akan saya rejam ‘’, maka seolah-olah perbuatan itu sama dengan perbuatan zina, bila kedua suami-istri bercampur.
                Imam Abu Hanifah dan Syafi’I berpendapat, bahawa nikah sirri tidak boleh dan jika terjadi harus di fasakh ( dibatalkan ) oleh Pengadilan Agama.
                Pendapat di atas diperkuatkan oleh hadis Rasulullah :
عن ابن عباس أن النبي صلعم قال : البغايا اللاتى ينكحن أنفسهن بغيربينة ( رواه الترمذى )
     Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SWA. bersabda : ‘’ Pelacur adalah wanita yang mengawinkan dirinya tanpa ( ada )      bukti ‘’.
Ibnu Abbas juga menegaskan :
لا نكاح إلا ببينة
     ‘’ Nikah itu tidak sah tanpa bukti ‘’
                Kenyataannya dalam masyarakat kita sering terjadi nikah sirri . Nikah sirri itu dipandang sebagai perkawinan yang sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut undang-undang.
                Dilihat sepintas, pernikahan itu dipandang sah, bila telah memenuhi syarat dan rukunnya . Namun harus diingat, bahawa pernikahan itu harus tercatat pada Kantor Urusan Agama .
                Biasanya kawin di bawah tangan dilakukan oleh pejabat ( pegawai ) pemerintah , karena takut terjerat dengan PP NO. 10 dan PP NO. 30/1980, yang mengatur secara ketat tentang poligami.
                Sekiranya perkawinan itu membuahkan keturunan, masalahnya akan lebih rumit lagi . Sebab pada satu saat setelah suami meninggal  dunia, akan ada tuntutan warisan dan sebagainya. Hal ini sudah tentu tidak dapat ditangani oleh Pengadilan Agama, karena pernikahannya tidak tercatat. .

B.            Faktor Pendorong Terjadinya Nikah Sirri

                Biasanya nikah siri dilakukan karena beberapa hal dibawah ini :
1.       Karena kedua pihak belum siap meresmikannya atau meramaikannya, namun dipihak lain untuk menjadi agar tidak terjadi hal-hal yag tidak dinginkan atau terjerumus kepada hal-hal yang dilarang agama.
2.       Karena faktor biaya : Tidak mampu membayar biaya penatatan nikah maupun resepsi
3.       Karena takut ketahuan  melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu. Calon suami mengawini calon isteri secara diam-diam dan dirahasiakan hubungannya sebagai suami isteri untuk menghindari hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS (vide: PP No.10/1983 pasal 4 ayat (1) dan (13). Motif nikahnya itu terutama untuk pemenuhan kebutuhan biologis yang halal (terhindar dari perbuatan zina menurut hukum Islam). Sayang, nikahnya tanpa persetujuan isteri yang terdahulu, atasannya, dan pejabat yang berwenang serta tanpa izin Pengadilan Agama.
4.       ketidaktahuan masyarakat terhadap dampak pernikahan sirri
5.       Masyarakat miskin hanya bisa berpikir jangka pendek, yaitu terpenuhi kebutuhan ekonomi secara mudah dan cepat. Sebagian yang lain mempercayai, bahwa isteri simpanan kiai, tokoh dan pejabat mempercepat perolehan status sebagai isteri terpandang di masyarakat, kebutuhannya tercukupi dan bisa memperbaiki keturunan mereka. Keyakinan itu begitu dalam terpatri dan mengakar di masyarakat.
                Sedangkan menurut Prof. Dr. Abdul Manan, S.H.,S.Ip., M.Hum.,[4] Hakim Agung Mahkamah Agung RI menyatakan, adapun faktor-faktor penyebab melakukan perkawinan secara diam-diam (sirri) antara lain:

1.             Pengetahuan masyarakat terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam perkawinan masih sangat kurang, mereka masih menganggap bahwa masalah perkawinan itu adalah masalah pribadi dan tidak perlu ada campur tangan pemerintah / negara.

2.             Adanya kekhawatiran dari seseorang akan kehilangan hak pensiun janda apabila perkawinan baru didaftarkan pada pejabat pencatat nikah.

3.             Tidak ada izin isteri atau isteri-isterinya dan pengadilan agama bagi orang yang bermaksud kawin lebih dari satu orang.

4.             Adanya kekhawatiran orang tua terhadap anaknya yang sudah bergaul rapat dengan calon isteri / suami, sehingga dikhawatirkan terjadi hal-hal negatif yang tidak diinginkan, lalu dikawinkan secara diam-diam dan tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama.

5.             Adanya kekhawatiran orang tua yang berlebihan terhadap jodoh anaknya, karena anaknya segera dikawinkan dengan suatu harapan pada suatu saat jika sudah mencapai batas umur yang ditentukan terpenuhi, maka perkawinan baru dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


C.            Nikah sirri ditinjau dari perspektif  hukum Islam dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku

1.             Menurut Hukum Islam

                                Pernikahan yang syarat dan rukunnya terpenuhi sesuai aturan Islam, maka pernikahan itu dianggap sah walaupun tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Hal ini dikuatkan dengan pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan No. 1/1974 yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu”,. Maka dari itu, perkawinan itu dianggap sah jika menurut agama calon pengantin tersebut sah. Dapat ditarik kaidah hukum bahwa sah tidaknya perkawinan ditentukan oleh ajaran agama, bukan oleh undang-undang. Jika menurut agama tidak sah, maka menurut hukum negara pun tidak sah. Pasal 6 ayat 6 yang berbunyi: “Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain”.
                Dengan demikian perkawinan yang sah menurut agama maka sah menurut peraturan perundang-undangan.

2.             Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

                Pasal 2 ayat 2,  berbunyi: “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
                Dalam Penjelasan Umum dinyatakan bahwa pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang dimuat dalam daftar pencatatan. Perkawinan yang tercatat di KUA memiliki kekuatan hukum.  Kekuatan hukum artinya kekuatan pembuktian secara legal formal dan kekuatan mengikat kepada pihak-pihak yang berwenang. Perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum berdampak yuridis terhadap hak-hak pelayanan publik oleh instansi yang berwenang bagi pelakunya. Mereka tidak memperoleh perlindungan dan pelayanan hukum oleh instansi yang berwenang sebagaimana mestinya. Perkawinan mereka tidak diakui dalam daftar kependudukan, tidak dapat memperoleh akte kelahiran bagi anak-anak mereka dan seterusnya. Dengan kata lain, pernikahan sirri banyak membawa madharat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
                Karena perkawinan sirri banyak dampak buruknya maka peraturan perundang-undangan menggariskan bahwa setiap perkawinan harus dilakukan di hadapan pejabat dan didaftarkan dalam register yang disediakan untuk itu. Keharusan dilaksanakan di hadapan pejabat dan dicatat dikandung maksud agar tercipta ketertiban dan kepastian hukum. Perkawinan yang tidak dilaksanakan di hadapan pejabat dan atau tidak dicatat (di bawah tangan) tidak memenuhi aspek hukum administrasi negara sehingga tidak memiliki dokumen resmi dari negara (akte nikah) dan berimplikasi tidak mempunyai kekuatan hukum.
                Pencatatan nikah memiliki arti yang positif, karena akta nikah merupakan bukti yang autetik sahnya perkawinan seseorang dan sangat bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya, seperti:

1.       Untuk menolak kemungkinan dikemudian hari adanya pengingkaran atas perkawinannya

2.       Memudahkan pembagian harta bersama dalam perkawinan dan waris

3.       Melindungi dari fitnah

1.             Menurut KUH Perdata

                                Bab keempat tentang perkawinan, bagian kesatu nomor 27 menyatakan bahwa “dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya”. Dengan demikian, KUH Perdata menganut asas monogami yang mana si suami dan istri tidak boleh mempunyai pasangan hidup lebih dari satu.

2.             Menurut Kompilasi Hukum Islam

Pasal 4 KHI berbunyi : “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”
Pasal 5  : “agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”.
Pasal 6 ayat 1 : “untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah”.
Pasal 6 ayat 2  : “ perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum”.
Pasal 7 ayat 1 : “Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”
                Jadi, pernikahan yang sah dan legal adalah jika pernikahan itu  sah   dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama yang dianut mempelai pria dan wanita dan legal pula karena telah tercatat di  lembaga perkawinan (KUA, PPN/Kantor Catatan Sipil). Jika pernikahan itu hanya sah menurut agama saja, maka akan mengganggu ketertiban perkawinan bagi masyarakat dan akan banyak permasalahan yang timbul karena tidak mempunyai akta nikah dimana hal tersebut adalah merupakan alat bukti perkawinan yang sah dan mempunyai kekuatan hukum.

B.            Akibat Hukum dari Nikah Sirri

Pencatatan nikah sangat urgen dan sangat berdampak terhadap  kehidupan berumah tangga.  Diantara dampak yang akan timbul dari pernikahan yang tidak tercatat adalah sebagai berikut :
1.         Perkawinan dianggap tidak sah karena belum dicatat di KUA atau Kantor Catatan Sipil walaupun menurut agama telah sah.
2.         Istri  tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin.
3.         Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak, baik di mata Hukum Indonesia  maupun di mata masyarakat sekitar. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.
4.         Untuk hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada. “seperti nasib anak hasil dari pernikahan yang dianggap nikah siri itu, akan terkatung-katung. Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran. Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta kelahiran,”
5.         Dalam hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
6.         Apabila terjadi perselisihan antara suami-istri, maka perkaranya tidak dapat diajukan ke Pengadilan Agama, kerana tidak tercatat . Disinilah terletak kerugian, terutama bagi istri .
7.         Bukan hanya berdampak buruk bagi prempuan saja, perkawinan dibawah tangan juga berdampak buruk bagi si suami, karena mau tidak mau dia harus mencari celah dan bahkan berdusta kepada isterinya bila akan pergi kepada isteri yang akan dikawini secara sembunyi-sembunyi.
          Sudah jelaslah bahwa nikah sirri lebih banyak madharatnya daripada maslahatnya. Nikah sirri bermaslahat agar tidak terjerumus kedalam perzinahan. Namun, tidak salah pula jika  Undang-undang mengatur agar setiap perkawinan itu dicatat dan tentunya memiliki banyak manfaat yang berpengaruh terhadap kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Maka seyogyanya jika seseorang ingin menikah, hendaklah dia mencatatkannya di KUA setempat atau di Pencatatan Sipil agar terhindar dari mafsadat yang merugikan yang akan mempersulit kehidupannya dan kehidupan keturunannya.




BAB III

PENUTUP

A.            Kesimpulan

                Nikah sirri adalah nikah yang sah menurut agama tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum dikarenakan tidak tercatat di KUA atau Kantor catatan Sipil.
                Sebab-sebab terjadinya nikah sirri :
1.       Agar terhindar dari dosa. Walaupun kedua pihak belum siap meresmikannya atau meramaikannya
2.       Faktor ekonomi
3.       Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak nikah sirri
4.       Ketakutan orang tua terhadap anaknya karena belum menikah
5.       Tidak diperbolehkannya PNS untuk beristri lebih dari satu dan tidak mendaptkan izin dari pengadilan untuk berpoligami
·         Hukum nikah sirri menurut agama adalah sah sepanjang aturan terpenuhi syarat dan rukunnya dan tidak bertentangan dengan aturan yang lain.
·         Menurut BW adalah bahwa karena menganut asas monogami, maka tidak diperkenankan beristri lebih dari satu.
·         Menurut KHI adalah bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
·         Menurut UU No. 1/1974 : Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaa dan  Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Akibat hukum dari nikah sirri adalah bahwa status anak dan istri tidak jelas, anak dan isteri tidak berhak atas nafkah dan warisan, serta anak hanya mempunyai hubungan dengan ibu dan keluarga ibunya.


DAFTAR PUSTAKA


Basri, C. H. Kompilasi Hukum Islam dan peradilan Agama dalam Tata Hukum Nasional. Logos.
Hasan, M. A. (1996). Masail fiqhiyah al-haditsah-masalah-masalah kontemporer hukum Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ichsan, A. Hukum perkawinan Bagi yang Beragama Islam-suatu tinjauan dan ulasan secara sosiologi hukum. Pradnya Paramita .
Nafis, C. (2009). Fikih Keluarga (menuju keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah)- keluarga sehat, sejahtera dan berkualitas. Jakarta: Mitra Abadi Press.
Rasjid, H. S. (2012). Fiqh Islam. Jakarta: Sinar baru Algensindo.
Subekti, R., & R. t. (2013). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.




[1] Keputusan Ijtima‟ Ulama Komisi Fatwa MUI II Tahun 2006, Masail Asasiyah Wathaniyah, Masail Waqi’iyyah Mu’ashirah, Masail Qanuniyyah, (Majelis Ulama Indonesia, 2006), h. 39
[2] A. Wasit Aulawi, “Nikah Harus Melibatkan Masyarakat”, Jurnal Dua Bulanan Mimbar Hukum, Nomor 28 Thn. VII, (September-Oktober1996), h. 20
[3] - Pedoman Hidup berumah Tangga dalam Islam , M. Ali Hasan , hlm: 295 – 298 .
[4] Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), Cet. Ke-1, Ed. Pertama, h. 47-48




so, what do you think about that?please comment.. :) no sara! 

[1] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

[2] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta, Sinar Baru Algensindo th. 1964). Cet. Ke-53 hal 374

No comments:

Post a Comment

silahkan poskan komentar anda..komentar diharap tidak rasisme, santun dan tidak mengandung sara..terima kasih ^_^