Thursday 16 July 2015

bukti persangkaan



PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah

            Untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/ fakta yang diajukan benar terjadi, yang dibuktikan kebenarannya, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak, maka diharuskan adanya  bukti. Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta/peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut hukum pembuktian yang berlaku.
            Untuk membuktikan itu, para pihaklah yang aktif berusaha mencarinya, menghadirkan atau mengetengahkannya ke muka sidang. Persangkaan merupakan salah satu yang dapat dijadikan sebagai alat bukti guna membuktikan suatu peristiwa/kejadian adalah benar atau tidaknya .
            Apabila dalam suatu pemeriksaan perkara perdata sukar untuk mendapatkan saksi yang melihat, mendengar, atau merasakan sendiri, maka peristiwa hukum yang harus dibuktikan diusahakan agar dapat dibuktikannya dengan persangkaan-persangkaan[1].
            Maka dari itulah penulis mencoba untuk menyajikan makalah ini yang membahas tentang bukti persangkaan.



B.    Perumusan Masalah


1)      Apa yang dimaksud dengan bukti persangkaan?
2)      Apa saja dasar hukum persangkaan?
3)      Ada berapa macam bukti persangkaan?
4)      Bagaimanakah penggunaan  dan posisi persangkaan sebagai alat bukti?


C.   Tujuan Penulisan


            Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1)      Untuk mengetahui arti alat bukti persangkaan
2)      Untuk mengetahui dasar hukum persangkaan
3)      Untuk mengetahui pembagian alat bukti persangkaan
4)      Untuk mengetahui penggunaan dan posisi  persangkaan sebagai alat bukti dalam persidangan




PEMBAHASAN

A.   Pengertian Bukti Persangkaan

              Alat bukti persangkaan (Belanda, Ver Moeden) yang di  dalam Hukum Acara Peradilan Islam disebut al Qarinah menurut bahasa artinya “istri” atau “hubungan” atau “pertalian”, sedangkan menurut istilah hukum ialah hal-hal yang mempunyai hubungan atau pertalian yang erat demikian rupa terhadap sesuatu sehingga memberikan petunjuk.[2]
            Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang nyata/terang kearah peristiwa (kejadian) lain yang belum terang kenyataannya.[3] Pada hakekatnya, persangkaan merupakan alat bukti yang bersifat tidak langsung. 
            Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti, lalu peristiwa yang dikenal, kearah suatu peristiwa yang belum terbukti. Yang menarik kesimpulan tersebut adalah Hakim atau Undang-undang. Misalnya apabila seorang anak yang telah dipelihara, dikhitan, dan dikawinkan oleh keluarga A, dan meskipun ia sesungguhnya adalah orang lain, ia memanggil “ma” dan “bapa” kepada A dan B, hal itu memberi persangkaan Hakim bahwa anak tersebut adalah anak angkat dari A dan B.[4]
            Pasal 1915 B.W. menyatakan bahwa : “Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.”
            Dalam hukum acara perdata Islam, persangkaan disebut Qarinah yang dijadikan sebagai salah satu alat pembuktian. Qarinah yaitu isyarat, indikasi, atau tanda-tanda yang dapat memberikan kesimpulan kepada hakim. Qarinah secara bahasa diambil dari kata “muqaranah” yang berarti musahabah dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan pengertian atau petunjuk.[5]Secara istilah,  qarinah diartikan dengan :
الادلة التى يستنبطها القاضى من وقائع الدعوى واحوالها باجتهاد[6]
Menurut Raihan Rasyid, yang dimaksud dengan qarinah di dalam istilah hukum adalah hal-hal yang mempunyai hubungan atau pertalian yang erat sedemikian rupa terhadap sesuatu sehingga dapat memberikan petunjuk.[7]
            Jadi, Persangkan ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dikenal atau dianggap terbukti dari suatu peristiwa yang dikenal atau dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik yang berdasarkan undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh Hakim.

A.   Dasar Hukum Persangkaan

1.     Al-Qur’an

            Dalam Al-Quran    terdapat beberapa ayat yang dijadikan sebagai landasan hukum ataupun dasar pijakan dari Qarinah sebagai alat bukti di dalam hukum acara peradilan Islam. Yaitu :
1.      surah 12 ayat 26, Qarinah diabadikan dalam kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha :
Artinya : Yusuf berkata: "Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya)", dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: “Jika baju gamisnya koyak di muka, Maka wanita itu benar dan Yusuf Termasuk orang-orang yang dusta.”
2.      Surah Al-Hijr ayat 75

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.” (QS. Al-Hijr/15:75)
3.      Surah Muhammad ayat 30

“dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat Mengenal mereka dengan tanda-tandanya. dan kamu benar-benar akan Mengenal mereka dari kiasan-kiasan Perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu”
(QS. Muhammad/47:30)
Surah Al-Baqarah ayat 273
Ï 
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (QS. Al-Baqarah/2:273)

2.     Putusan Rasulullah SAW

  selengkapnya silahkan baca & download di


https://www.academia.edu/14084819/bukti_persangkaan_dalam_peradilan_Islam


[1]Dipakai kata persangkaan-persangkaan, oleh karena satu persangkaan saja tidak cukup untuk membuktikan sesuatu. Harus banyak persangkaan-persangkaan yang satu sama lain saling menutupi, berhubungan, sehingga peristiwa/dalil yang disangkal itu misalnya, dapat dibuktikan.
[2] Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 166.
[3] Umar mansyur Syah, “Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Menurut Teori dan Praktek”,  (Bandung : Sumber Bahagia, 1991),  hlm. 151.
[4] Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata, “Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek”, (Bandung : Mandar Maju, 2009), hlm. 77
[5] Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum Positif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm.88.
[6]Nashr Farid Washil, Nazhariyyah ad Da’wa wa al Istbat fii al-Fiqhi…, (Kairo :   Daaru asy Syuruq.   2002), hlm.147.
[7] Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Edisi Baru), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 174.











No comments:

Post a Comment

silahkan poskan komentar anda..komentar diharap tidak rasisme, santun dan tidak mengandung sara..terima kasih ^_^